Tarif Kenaikan Tol menurut BPK Tidak Mempertimbangkan Pelayanan







jurnalkini-Berkembangnya infrastruktur di Indonesia , salah satunya dengan pembangunan jalan-jalan tol yang banyak dibangun untuk tujuan mengurai kemacetan yang sudah menjadi hal yang umum di wilayah kolat besar. Namun serng kali tujuan pembangunan tersebut tak tercapai karena adanya beberapa hal yang menjadi masalah baik interal maupun eksternal di perusahaan penyelenggara Jalan tol.

Terkait pengelolaan operasional jalan tol dan kebijakan tarif yang dijalankan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengatakan masih memiliki beberapa permasalahan.


BPK mengungkapkan bahwa Kementerian PUPR dan BPJT belum mempunyai perencanaan untuk mengatasi permasalahan kelancaran lalu lintas di jalan tol. Hal ini didasari pada Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2017 BPK terhadap pengelolaan operasion jalan tol.

"Karena belum tersedianya dokumen yang memuat rencana jangka pendek, jangka menengah dan rencana perbaikan serta koordinasi manajemen, dan rekayasa lalu lintas sebagai alternatif solusi untuk mengatasi kemacetan yang sering terjadi di beberapa ruas jalan tol di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)," papar BPK, Rabu 4 April 2018.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan BPT. SOP pemeriksaan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang lengkap belum dimiliki oleh BPJT. Selain itu, BPJT juga tidak menetapkan standar penggunaan kecepatan tempuh rata-rata untuk dalam dan luar kota pada setiap ruas jalan tol yang digunakan dalam indikator SPM.
"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa beberapa ruas jalan tol tidak memenuhi indikator kecepatan tempuh minimal rata-rata sesuai SPM yaitu kurang dari 40 km/ jam. Selain itu aksesibilitas berupa panjang antrian pada gerbang tol melebihi 10 kendaraan dan volume capacity ratio (VCR) beberapa tol lebih dari 1," jelasnya.

Dalam segi kebijakan tariff yang berlaku, BPK menemukan bahwa kenaikan tarif tol yang dilakukan PUPR maupun BPJT dalam kebijakan tarif TA 2014-2016 belum mempertimbangkan tingkat pelayanan baik , terjadi juga pada pemenuhan SPM de dengan cepatan tempuh rata-rata dan panjang antrean pada gerbang tol.
“Kementerian PUPR maupun BPJT tidak melakukan penilaian atas tingkat pelayanan di jalan tol. Selain itu juga belum mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat," kata BPK.

Lebih lanjut BPK mengatakan bahwa berdsarkan hasil yang ditunjuk oleh BPS, selama 3 tahun terakhir (2013-2016) daya beli masyarakat meningkat namun sangat kecil. Di mana pertumbuhan daya beli tersebut berkisar antara 4,9 persen-5,3 persen. Sehingga, dibanding dengan tahun sebelumnya menunjukkan bahwa pertumbuhan daya beli masyarakat cenderung melemah.
"Akibatnya pengguna jalan tol belum menikmati peningkatan pelayanan atas kelancaran lalu lintas dikaitkan dengan kenaikan tarif tol yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena BPJT belum memerhatikan pemenuhan pelayanan kelancaran lalu lintas dalam melakukan penyesuaian tarif," ungkapnya.

Maka Berdasarkan hal tersebut , BPK merekomendasikan agar Kementerian PUPR maupun BPJT membuat perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang meberikan seluruh alternatif solusi untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di beberapa ruas jalan tol di wilayah Jabodetabek.

Selain itu , peningkatan pelayanan juga direkomendasikan sebagai pemenuhan Standar Pelayanan Minimal SPM dan kondisi daya beli masyarakat pada setiap penyesuain tarif tol. Karena dengan pelayanan yang baik para pengguna akan merasa aman dan nyaman walaupun misalkan ada peninkatan dalam tarif tol.

Komentar

Postingan Populer